Tuesday, May 18, 2010

MACROECONOMY & DEBT MARKET WEEKLY REPORT

Nilai tukar Euro kembali melemah pada pembukaan perdagangan minggu ini, dimana terkoreksi sangat dalam yang mencapai level terdalam selama empat tahun terakhir. USD meroket ke level 1.227/EUR setelah sempat menyentuh USD1.223. Pelemahan EUR tersebut terjadi karena pelaku pasar sekarang memfokuskan pada dampak dari upaya penghematan anggaran negara di kawasan Eropa terhadap pemulihan dan prospek pertumbuhan ekonomi ke depan. Walaupun Uni Eropa dan IMF berkomitmen untuk menyediakan dana talangan senilai hampir USD 1 trilyun, tapi pasar finansial Eropa yang diikuti global belum terlalu yakin terhadap intervensi tersebut terhadap penyelesaian krisis utang. Hal itu karena pelaku pasar masih menganggap akumulasi utang negara- negara Eropa memerlukan jaminan yang lebih besar.

Secara kasar kami menghitung outstanding debt dari Yunani, Portugal, Irlandia, Spanyol, dan Italia adalah sebesar lebih dari EUR 3 trilyun atau (USD 3.6 trilyun). Jika terjadi skema yang terburuk, maka jaminan USD 1 trilyun tidak akan cukup menutup gap tersebut.

Pada minggu ini, pergerakan EUR akan terkonsentrasi pada momen kritis hari Rabu nanti, dimana Yunani akan diwajibkan membayar utang yang jatuh tempo sebanyak EUR 8.5 milyar. Pasar akan mengamati dan menunggu bagaimana Yunani memenuhinya. Jika mereka meminta restrukturisasi, maka hal ini semakin menjungkalkan EUR dan menyebarkan sentimen negatif kembali terhadap pasar finansial Eropa dan global.

Seiring dengan pasar finansial domestik yang masih dalam masa surut mengikuti perkembangan global, nilai tukar Rupiah juga terkena dampak koreksi jangka pendek akibat penguatan Dollar AS terhadap hampir semua mata uang. Kami melihat respon negatif pasar finansial Asia terhadap situasi di Eropa menandakan fenomena decoupling belum akan muncul, karena pasar Eropa sebagai basis produk-produk ekspor dapat mengalami penurunan dan mengancam perbaikan level pertumbuhan ekonomi di emerging market Asia.

Walaupun kami menilai kondisi makroekonomi Indonesia akan mengalami perbaikan yang impresif pada tahun ini, tapi pengaruh krisis Eropa akan menjadi batu sandungan paling utama dalam menggerakan kinerja balance of payment di tahun ini. Kami memperkirakan aksi jual Rupiah masih akan terjadi dan berpeluang membawa IDR melemah ke level 9,200/USD pada minggu ini.

Pergerakan imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) pada minggu kemarin relatif flat untuk semua tenor, dimana pada akhir minggu untuk SUN 1-tahun dan SUN 5-tahun hanya bergerak 0-50 bps dan Yield SUN 10-tahun turun 120 bps ke level 8.73%. Kami melihat situasi perkembangan inflasi yang masih terkendali sampai bulan April kemarin membuat tekanan eksternal belum mampu mengkoreksi harga SUN. Akan tetapi pada minggu ini dimana Yunani akan disorot oleh pelaku pasar global karena utang pemerintah yang bertenor 10-tahun akan jatuh tempo pada hari Rabu. Kami memperkirakan pelaku pasar utang domestik akan langsung cepat bereaksi terhadap proses tersebut. Jika Yunani meminta restrukturisasi maka dampaknya akan meningkatkan resiko terutama pada instrumen utang jangka panjang dan akan menekan harga SUN di semua tenor. Akan tetapi jika Uni Eropa dan IMF konsisten dengan komitmennya untuk menyelamatkan Yunani dari kebangkrutan, maka harga SUN berpotensi untuk melanjutkan kenaikan pada minggu ini.